Senin, 04 Januari 2010

keadilan dalam arti keseimbangan

BAB I


PENDAHULUAN

Kekuatan kekuasaan dan uang sangat berpengaruh dalam proses penegakan hukum di Indonesia, ini salah satu alasan keadilan tidak bisa di ciptakan di Indonesia sebelum adanya reformasi secara keseluruhan atau dengan kata lain belum adanya suatu ketentuan yang dapat mengikat instansi-instansi penegakan hukum di Indonesia.

Banyak informasi baik dari media cetak maupun elektronik tentangcicak dan buayaini tidak lain adalah suatu tuntutan dari masyarakat kepada instansi-instansi penegakan hukum agar berlaku adil dalam penegakan hukum sehingga keadilan dapat di ciptakan di dalan suatu pemerintahan yang adil,aman dan sentosa.

Ketimpangan ini sudah menjadi penyakit akut yang kronis yang harus cepat di obati agar keadilan didalam penegakan hukum di Indonesia dapat tercipta, pemerintah harus menjadikan kritikan-kritikan yang dilakukan masyarakat, mahasiswa dan elemen-elemen lain menjadi sebuah kekuatan untuk mereformasikan instansi-instansi penegakan hukum..

Penyusunan makalah ini merupakan bentuk respon terhadap penegakan keadilan , paling tidak makalah ini mengingatkan kita betapa pentingnya peran hukum dan betapa pentingnya sikap seorang penegak hukum yang professional serta berpengalaman yang tinggi sehingga saatnya nanti segala yang dicita-citakan bersama tercapai dimana keadilan mampu memberikan yang terbaik bagi kemajuan penegakan hukum melalui wujud keprofesionalan dan pengalaman yang tidak diragukan lagi. Itu semua akan terjadi manakala kita mau belajar dan menganalisis berbagai tindakan yang dimiliki oleh seorang penegak hukum yang mempunyai keadilan yang patut dijadikan figur dan contoh demi kemajuan penegakan hukum di masa yang akan datang.

BAB II
PEMBAHASAN

KEADILAN, (DALAM ARTI KESEIMBANGAN)

1. Pengertian Keadilan

Masalah keadilan ( kesebandingan ) merupakan masalah yang rumit, persoalan mana dapat dijumpai hampir pada setiap masyarakat, termasuk Indonesia.
Hal ini terutama disebabkan karena pada umumnya orang beranggapan bahwa hukum mempunyai dua tugas utama, yakni:

1. mencapai suatu kepastian hukum bagi semua warga masyarakat,

2. mencapai kesebandingan bagi semua warga masyarakat.

Seringkali kedua tugas tersebut tidak dapat ditetapkan sekaligus secara merata.hal ini misalnya ditegaskan pula oleh seorang tokoh sosiologi, yaitu Max Weber yang membedakan substantive rationality dari formal rationality. Dikatakannya bahwa system hukum barat mempunyai kecenderungan untuk lebih menekankan pada segi formal rationality, artinya penyusunan secara sistematis dari ketentuan-ketentuan semacam itu seringkali bertentangan dengan aspek-aspek dari substantive rationality, yaitu kesebandingan bagi warga-warga masyarakatsecara individual.

Kesebandingan adalah suatu keselarasan hubungan antara manusia dalam masyarakat, dan antara manusia dengan masyarakatnya yang sesuai dengan moral yang berlaku didalam masyarakat tersebut, yang dalam hal ini pada masa lampau didasarkan pada individualisme.

Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal munculnya filsafat Yunani. Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat etik, filosofis, hukum, sampai pada keadilan sosial. Banyak orang yang berpikir bahwa bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan dan kekuatan yang dimiliki, untuk menjadi adil cukup terlihat mudah, namun tentu saja tidak begitu halnya penerapannya dalam kehidupan manusia.

Kata “keadilandalam bahasa Inggris adalah “justice” yang berasal dari bahasa latiniustitia”. Kata “justice” memiliki tiga macam makna yang berbeda yaitu; (1) secara atributif berarti suatu kualitas yang adil atau fair (sinonimnya justness), (2) sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan hukum atau tindakan yang menentukan hak dan ganjaran atau hukuman (sinonimnya judicature), dan (3) orang, yaitu pejabat publik yang berhak menentukan persyaratan sebelum suatu perkara di bawa ke pengadilan (sinonimnya judge, jurist, magistrate).

Sedangkan kataadildalam bahasa Indonesia bahasa Arab “aladl” yang artinya sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan. Untuk menggambarkan keadilan juga digunakan kata-kata yang lain (sinonim) seperti qisth, hukm, dan sebagainya. Sedangkan akar kataadl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (misalnya “ta’diludalam arti mempersekutukan Tuhan danadl dalam arti tebusan). Beberapa kata yang memiliki arti sama dengan kataadildi dalam Al-Qur’an digunakan berulang ulang. Kata “aladldalam Al qur’an dalam berbagai bentuk terulang sebanyak 35 kali. Kata “al qisthterulang sebanyak 24 kali. Kata “al wajnuterulang sebanyak kali, dan kataal wasthsebanyak 5 kali. Untuk mengetahui apa yang adil dan apa yang tidak adil terlihat bukan merupakan kebijakan yang besar, lebih-lebih lagi jika keadilan diasosiasikan dengan aturan hukum positif, bagaimana suatu tindakan harus dilakukan dan pendistribusian menegakkan keadilan, serta bagaimana memajukan keadilan. Namun tentu tidak demikian halnya jika ingin memainkan peran menegakkan keadilan. Perdebatan tentang keadilan telah melahirkan berbagai aliran pemikiran hukum dan teori-teori sosial lainnya. Dua titik ekstrim keadilan, adalah keadilan yang dipahami sebagai sesuatu yang irasional dan pada titik lain dipahami secara rasional. Tentu saja banyak varian-varian yang berada diantara kedua titik ekstrim tersebut.

Dibawah Ini Ada Beberapa Pendapat Para Ahli Tentang Pengertian Keadilan, yaitu:

a. Plato

Plato adalah seorang pemikir idealis abstrak yang mengakui kekuatan-kekuatan diluar kemampuan manusia sehingga pemikiran irasional masuk dalam filsafatnya. Demikian pula halnya dengan masalah keadilan, Plato berpendapat bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa. Sumber ketidakadilan adalah adanya perubahan dalam masyarakat. Masyarakat memiliki elemen-elemen prinsipal yang harus dipertahankan, yaitu:

1. Pemilahan kelas-kelas yang tegas; misalnya kelas penguasa yang diisi oleh para penggembala dan anjing penjaga harus dipisahkan secara tegas dengan domba manusia.

2. Identifikasi takdir negara dengan takdir kelas penguasanya; perhatian khusus terhadap kelas ini dan persatuannya; dan kepatuhan pada persatuannya, aturan-aturan yang rigid bagi pemeliharaan dan pendidikan kelas ini, dan pengawasan yang ketat serta kolektivisasi kepentingan-kepentingan anggotanya.Dari elemen-elemen prinsipal ini, elemen-elemen lainnya dapat diturunkan,

3. Kelas penguasa punya monopoli terhadap semua hal seperti keuntungan dan latihan militer, dan hak memiliki senjata dan menerima semua bentuk pendidikan, tetapi kelas penguasa ini tidak diperkenankan berpartisipasi dalam aktivitas perekonomian, terutama dalam usaha mencari penghasilan,

4. Harus ada sensor terhadap semua aktivitas intelektual kelas penguasa, dan propaganda terus-menerus yang bertujuan untuk menyeragamkan pikiran-pikiran mereka. Semua inovasi dalam pendidikan, peraturan, dan agama harus dicegah atau ditekan.

5. Negara harus bersifat mandiri (self-sufficient). Negara harus bertujuan pada autarki ekonomi, jika tidak demikian, para penguasa akan bergantung pada para pedagang, atau justru para penguasa itu sendiri menjadi pedagang. Alternatif pertama akan melemahkan kekuasaan mereka, sedangkan alternatif kedua akan melemahkan persatuan kelas penguasa dan stabilitas negaranya.

Untuk mewujudkan keadilan masyarakat harus dikembalikan pada struktur aslinya, domba menjadi domba, penggembala menjadi penggembala. Tugas ini adalah tugas negara untuk menghentikan perubahan. Dengan demikian keadilan bukan mengenai hubungan antara individu melainkan hubungan individu dan negara. Bagaimana individu melayani negara. Keadilan juga dipahami secara metafisis keberadaannya sebagai kualitas atau fungsi smakhluk super manusia, yang sifatnya tidak dapat diamati oleh manusia. Konsekuensinya ialah, bahwa realisasi keadilan digeser ke dunia lain, di luar pengalaman manusia; dan akal manusia yang esensial bagi keadilan tunduk pada cara-cara Tuhan yang tidak dapat diubah atau keputusan-keputusan Tuhan yang tidak dapat diduga. Oleh karena inilah Plato mengungkapkan bahwa yang memimpin negara seharusnya manusia super, yaitu the king of philosopher. Sedangkan Aristoteles adalah peletak dasar rasionalitas dan empirisme. Pemikirannya tentang keadilan diuraikan dalam bukunya yang berjudul Nicomachean Ethics. Buku ini secara keselurahan membahas aspek-aspek dasar hubungan antar manusia yang meliputi masalah-masalah hukum, keadilan, persamaan, solidaritas perkawanan, dan kebahagiaan.

b. Aristoteles

Keadilan diuraikan secara mendasar oleh Aristoteles dalam Buku ke-5 buku Nicomachean Ethics. Untuk mengetahui tentang keadilan dan ketidakadilan harus dibahas tiga hal utama yaitu:

1. tindakan apa yang terkait dengan istilah tersebut,

2. apa arti keadilan, dan

3. diantara dua titik ekstrim apakah keadilan itu terletak.

Dan juga Aristoteles mendefenisikan keadilan dalam arti umum dan khusus, yaitu:
1. Keadilan Dalam Arti Umum

Keadilan sering diartikan sebagai sesuatu sikap dan karakter. Sikap dan karakter yang membuat orang melakukan perbuatan dan berharap atas keadilan adalah keadilan, sedangkan sikap dan karakter yang membuat orang bertindak dan berharap ketidakadilan adalah ketidakadilan.Pembentukan sikap dan karakter berasal dari pengamatan terhadap obyek tertentu yang bersisi ganda. Hal ini bisa berlaku dua dalil, yaitu;

1. jika kondisi “baik” diketahui, maka kondisi buruk juga diketahui;

2. kondisi “baik” diketahui dari sesuatu yang berada dalam kondisi “baik”

Untuk mengetahui apa itu keadilan dan ketidakadilan dengan jernih, diperlukan pengetahuan yang jernih tentang salah satu sisinya untuk menentukan secara jernih pula sisi yang lain. Jika satu sisi ambigu, maka sisi yang lain juga ambigu. Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah orang yang tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair), maka orang yang adil adalah orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding) dan fair. Karena tindakan memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka semua tindakan pembuatan hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah adil. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk mencapai kemajuan kebahagiaan masyarakat. Maka, semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil. Dengan demikian keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai dasar sosial. Keadilan yang lengkap bukan hanya mencapai kebahagiaan untuk diri sendiri, tetapi juga kebahagian orang lain. Keadilan yang dimaknai sebagai tindakan pemenuhan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, adalah keadilan sebagai sebuah nilai-nilai. Keadilan dan tata nilai dalam hal ini adalah sama tetapi memiliki esensi yang berbeda. Sebagai hubungan seseorang dengan orang lain adalah keadilan, namun sebagai suatu sikap khusus tanpa kualifikasi adalah nilai. Ketidakadilan dalam hubungan sosial terkait erat dengan keserakahan sebagai ciri utama tindakan yang tidak fair.

Keadilan sebagai bagian dari nilai sosial memiliki makna yang amat luas, bahkan pada suatu titik bisa bertentangan dedengan hukum sebagai salah satu tata nilai sosial. Suatu kejahatan yang dilakukan adalah suatu kesalahan. Namun apabila hal tersebut bukan merupakan keserakahan tidak bisa disebut menimbulkan ketidakadilan. Sebaliknya suatu tindakan yang bukan merupakan kejahatan dapat menimbulkan ketidak adilan.
Sebagai contoh, seorang pengusaha yang membayar gaji buruh di bawah UMR, adalah suatu pelanggaran hukum dan kesalahan. Namun tindakan ini belum tentu mewujudkan ketidakadilan. Apabila keuntungan dan kemampuan membayar perusahaan tersebut memang terbatas, maka jumlah pembayaran itu adalah keadilan. Sebaliknya walaupun seorang pengusaha membayar buruhnya sesuai dengan UMR, yang berarti bukan kejahatan, bisa saja menimbulkan ketidakadilan karena keuntungan pengusaha tersebut sangat besar dan hanya sebagian kecil yang diambil untuk upah buruh. Ketidakadilan ini muncul karena keserakahan. Hal tersebut di atas adalah keadilan dalam arti umum. Keadilan dalam arti ini terdiri dari dua unsur yaitu fair dan sesuai dengan hukum, yang masing-masing bukanlah hal yang sama. Tidak fair adalah melanggar hukum, tetapi tidak semua tindakan melanggar hukum adalah tidak fair. Keadilan dalam arti umum terkait erat dengan kepatuhan terhadap hukum.

2. Keadilan Dalam Arti Khusus

Keadilan dalam arti khusus terkait dengan beberapa pengertian berikut ini, yaitu:

a. Sesuatu yang terwujud dalam pembagian penghargaan atau uang atau hal lainnya kepada mereka yang memiliki bagian haknya.

Keadilan ini adalah persamaan diantara anggota masyarakat dalam suatu tindakan bersama-sama. Persamaan adalah suatu titik yang terletak diantara “yang lebih” dan “yang kurang” (intermediate). Jadi keadilan adalah titik tengan atau suatu persamaan relatif (arithmetical justice). Dasar persamaan antara anggota masyarakat sangat tergantung pada sistem yang hidup dalam masyarakat tersebut. Dalam sistem demokrasi, landasan persamaan untuk memperoleh titik tengah adalah kebebasan manusia yang sederajat sejak kelahirannya. Dalam sistem oligarki dasar persamaannya adalah tingkat kesejahteraan atau kehormatan saat kelahiran. Sedangkan dalam sistem aristokrasi dasar persamaannya adalah keistimewaan (excellent). Dasar yang berbeda tersebut menjadikan keadilan lebih pada makna persamaan sebagai proporsi. Ini adalah satu spesies khusus dari keadilan, yaitu titik tengah (intermediate) dan proporsi.
b. Perbaikan suatu bagian dalam transaksi

Arti khusus lain dari keadilan adalah sebagai perbaikan (rectification). Perbaikan muncul karena adanya hubungan antara orang dengan orang yang dilakukan secara sukarela. Hubungan tersebut adalah sebuah keadilan apabila masing-masing memperoleh bagian sampai titik tengah (intermediate), atau suatu persamaan berdasarkan prinsip timbal balik (reciprocity). Jadi keadilan adalah persamaan, dus ketidakadilan adalah ketidaksamaan. Ketidakadilan terjadi jika satu orang memperoleh lebih dari yang lainnya dalam hubungan yang dibuat secara sederajat.

Untuk menyamakan hal tersebut hakim atau mediator melakukan tugasnya menyamakan dengan mengambil sebagian dari yang lebih dan memberikan kepada yang kurang sehingga mencapai titik tengah. Tindakan hakim ini dilakukan sebagai sebuah hukuman. Hal ini berbeda apabila hubungan terjalin bukan atas dasar kesukarelaan masing-masing pihak. Dalam hubungan yang tidak didasari ketidaksukarelaan berlaku keadilan korektif yang memutuskan titik tengah sebagai sebuah proporsi dari yang memperoleh keuntungan dan yang kehilangan. Tindakan koreksi tidak dilakukan dengan semata-mata mengambil keuntungan yang diperoleh satu pihak diberikan kepada pihak lain dalam arti pembalasan. Seseorang yang melukai tidak diselesaikan dengan mengijinkan orang yang dilukai untuk melukai balik Timbal balik dalam konteks ini dilakukan dengan pertukaran atas nilai tertentu sehingga mencapai taraf proporsi. Untuk kepentingan pertukaran inilah digunakan uang. Keadilan dalam hal ini adalah titik tengah antara tindakan tidak adil dan diperlakukan tidak adil. Keadilan dan ketidakadilan selalui dilakukan atas kesukarelaan. Kesukarelaan tersebut meliputi sikap dan perbuatan. Pada saat orang melakukan tindakan secara tidak sukarela, maka tindakan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tidak adil ataupun adil, kecuali dalam beberapa cara khusus. Melakukan tindakan yang dapat dikategorikan adil harus ada ruang untuk memilih sebagai tempat pertimbangan. Sehingga dalam hubungan antara manusia ada beberapa aspek untuk menilai tindakan tersebut yaitu, niat, tindakan, alat, dan hasil akhirnya. Ketika ;

1. Kecideraan berlawanan deengan harapan rasional, adalah sebuah kesalahansasaran (misadventure),

2. Ketika hal itu tidak bertentangan dengan harapan rasional, tetapi tidak menyebabkan tindak kejahatan, itu adalah sebuah kesalahan,

3. Ketika tindakan dengan pengetahuan tetapi tanpa pertimbangan, adalah tindakan ketidakadilan, dan

4. Seseorang yang bertindak atas dasar pilihan, dia adalah orang yang tidak adil dan orang yang jahat.

Melakukan tindakan yang tidak adil adalah tidak sama dengan melakukan sesuatu dengan cara yang tidak adil. Tidak mungkin diperlakukan secara tidak adil apabila orang lain tidak melakukan sesuatu secara tidak adil. Mungkin seseorang rela menderita karena ketidakadilan, tetapi tidak ada seorangpun yang berharap diperlakukan secara tidak adil.
Dengan demikian memiliki makna yang cukup luas, sebagian merupakan keadilan yang telah ditentukan oleh alam, sebagian merupakan hasil ketetapan manusia (keadilan hukum). Keadilan alam berlaku universal, sedangkan keadilan yang ditetapkan manusia tisak sama di setiap tempat. Keadilan yang ditetapkan oleh manusia inilah yang disebut dengan nilai. Akibat adanya ketidak samaan ini maka ada perbedaan kelas antara keadilan universal dan keadilan hukum yang memungkinkan pembenaran keadilan hukum. Bisa jadi semua hukum adalah universal, tetapi dalam waktu tertentu tidak mungkin untuk membuat suatu pernyataan universal yang harus benar. Adalah sangat penting untuk berbicara secara universal, tetapi tidak mungkin melakukan sesuatu selalu benar karena hukum dalam kasus-kasus tertentu tidak terhindarkan dari kekeliruan. Saat suatu hukum memuat hal yang universal, namun kemudian suatu kasus muncul dan tidak tercantum dalam hukum tersebut. Karena itulah persamaan dan keadilan alam memperbaiki kesalahan tersebut.

C. John Rawls

Lain halnya dengan Aristoteles, John Rawls yang hidup pada awal abad 21 lebih menekankan pada keadilan sosial. Hal ini terkait dengan munculnya pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan negara pada saat itu. Rawls melihat kepentingan utama keadilan adalah

1. jaminan stabilitas hidup manusia, dan

2. keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan bersama. Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil adalah struktur dasar masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan terpenuhi.

Kategori struktur masyarakat ideal ini digunakan untuk ;
1. menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau tidak
2. melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial.

Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan adalah situsi sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip-prinsip keadilan yang dapat digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik. Koreksi atas ketidakadilan dilakukan dengan cara mengembalikan (call for redress) masyarakat pada posisi asli (people on original position). Dalam posisi dasar inilah kemudian dibuat persetujuan asli antar (original agreement) anggota masyarakat secara sederajat.

Ada tiga syarat suapaya manusia dapat sampai pada posisi asli, yaitu:

1. Diandaikan bahwa tidak diketahui, manakah posisi yang akan diraih seorang pribadi tertentu di kemudian hari. Tidak diketahui manakah bakatnya, intelegensinya, kesehatannya, kekayaannya, dan aspek sosial yang lain.

2. Diandaikan bahwa prinsip-prinsip keadilan dipilih secara konsisten untuk memegang pilihannya tersebut.

3. Diandaikan bahwa tiap-tiap orang suka mengejar kepentingan individu dan baru kemudian kepentingan umum. Ini adalah kecenderungan alami manusia yang harus diperhatikan dalam menemukan prinsip-prinsip keadilan.


Dalam menciptakan keadilan, prinsip utama yang digunakan adalah:

1. Kebebasan yang sama sebesar-besarnya, asalkan tetap menguntungkan semua pihak;

2. Prinsip ketidaksamaan yang digunakan untuk keuntungan bagi yang paling lemah. Prinsip ini merupakan gabungan dari prinsip perbedaan dan persamaan yang adil atas kesempatan.
Secara keseluruhan berarti ada tiga prinsip untuk mencari keadilan, yaitu:
a. Kebebasan yang sebesar-besarnya sebagai prioriotas,

b. Perbedaan,

c. Persamaan yang adil atas kesempatan.

Asumsi pertama yang digunakan adalah hasrat alami manusia untuk mencapai kepentingannya terlebih dahulu baru kemudian kepentingan umum. Hasrat ini adalah untuk mencapai kebahagiaan yang juga merupakan ukuran pencapaian keadilan. Maka harus ada kebebasan untuk memenuhi kepentingan ini. Namun realitas masyarakat menunjukan bahwa kebebasan tidak dapat sepenuhnya terwujud karena adanya perbedaan kondisi dalam masyarakat. Perbedaan ini menjadi dasar untuk memberikan keuntungan bagi mereka yang lemah. Apabila sudah ada persamaan derajat, maka semua harus memperoleh kesempatan yang sama untuk memenuhi kepentingannya. Walaupun nantinya memunculkan perbedaan, bukan suatu masalah asalkan dicapai berdasarkan kesepakatan dan titik berangkat yang sama.



Fakta Hari ini:

Minah seorang nenek berumur 55 tahun yang divonis bersalah karena mengambil tiga buah cokelat. Minah dengan lugunya mengaku bersalah, tetapi dengan pemaknaan pengakuan itu adalah gugatan terhadap penegakan hukum di negeri ini.

Sebagai rakyat jelata, Minah sudi mengakui kekeliruan dan berhadapan dengan proses peradilan yang oleh banyak pihak dinilai kurang menempatkan rasa keadilan lebih daripada produk-produk mati berupa aturan-aturan hukum.tidak salah jika peristiwa itu sesungguhnya layak menjadi bagian integral dari kritik rakyat terhadap sikap pemerintahan yang cenderung abai terhadap perwujudan rasa keadilan public dan pilih kasih untu menegakkan keadilan.

Tidak mengherankan pula jika di hadapkan dengan fakta itu setelah rentetan aksi masa dan desakan publik terkait dengan kasus yang sempat menyeret komisioner KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, dan pencopotan Susno Duadji dari jabatan sebagai KBRKMP tidak mengejutkan, dan tidak terasa luar biasa.

Mengapa? Karena tampaknya bukan soal orang per orang. Meskipun banyak tokoh gerakan anti korupsi mendesak agar Presiden memerintankan jajaran di bawahnya, khususnya kejakssan agung dan kepolisian, untuk mengusut tuntas nama-nama yang yang disebut dalam rekaman pembicaraan Anggodo Widjaja, namun-tampaknya-inti gugatan public tidak pada pokok itu saja.

Lebih dari itu, masyarakat mengginginkan adanya perubahan subtansial atas proses penegakan hukum dan perwujudan keadilan di Indonesia.langkah utama untuk itu ialah mereformasikan instansi-instansi penegakan hukum, yang dinilai rentan terhadap korupsi dan mafia peradilan.

Apa yang terwujud dalam gerakan moral public-yang mengental dalam gerakan anti korupsi-menurut Ketua Masyarakat Pemantauan Peradilan Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hasri Hartanto, sesungguhnya adalah bentuk kritik warga kepada kondisi peradilan yang tidak adil, “Gerakan tersebut adalah kekecewaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum yang terkesan pandang bulu”

Kekuatan kekuasaan dan uang sangat berpengaruh dalam proses penegakan hukum di Indonesia, ini salah satu alasan keadilan tidak bisa di ciptakan di Indonesia sebelum adanya reformasi secara keseluruhan atau dengan kata lain belum adanya suatu ketentuan yang dapat mengikat instansi-instansi penegakan hukum di Indonesia.

Banyak informasi baik dari media cetak maupun elektronik tentang ”cicak dan buaya” ini tidak lain adalah suatu tuntutan dari masyarakat kepada instansi-instansi penegakan hukum agar berlaku adil dalam penegakan hukum sehingga keadilan dapat di ciptakan di dalan suatu pemerintahan yang adil,aman dan sentosa.

Ketimpangan ini sudah menjadi penyakit akut yang kronis yang harus cepat di obati agar keadilan didalam penegakan hukum di Indonesia dapat tercipta, pemerintah harus menjadikan kritikan-kritikan yang dilakukan masyarakat, mahasiswa dan elemen-elemen lain menjadi sebuah kekuatan untuk mereformasikan instansi-instansi penegakan hukum.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Uraian dalam tulisan ini adalah secuil khasanah pemikiran keadilan yang berkembang sepanjang sejarah peradaban manusia, sesuai dengan semangat jamannya, situasi politik, dan pandangan hidup yang berkembang. Untuk mempelajari keadilan memang sebuah aktivitas yang tidak ringan, apalagi mencoba merumuskannya sesuai dengan semangat jaman saat ini.

Namun kesulitan tersebut bukan berarti bahwa studi-studi tentang keadilan harus dikesampingkan. Untuk kalangan hukum, studi keadilan merupakan hal yang utama, sebab keadilan adalah salah satu tujuan hukum, bahkan ada yang menyatakan sebagai tujuan utamanya.

Mempelajari hukum tanpa mempelajari keadilan sama dengan mempelajari tubuh tanpa nyawa. Hal ini berarti menerima perkembangan hukum sebagai fenomena fisik tanpa melihat desain rohnya. Akibatnya bisa dilihat bahwa studi hukum kemudian tidak berbeda dengan studi ilmu pasti rancang bangun yang kering dengan sentuhan keadilan.

Dari penjelasan Minah dan Cicak dan buaya di atas tidak lain adalah suatu kritikan, dan tuntutan masyarakat agar instansi-instansi penegakan hukum di Indonesia mewujudkan keadilan dan tidak pantang bulu dalam berbagai hal yang menyangkut masyarakat.

2. Saran

Dalam makalah ini masih ada kesalahan-kesalahan dan kekurangan kekurangan yang harus di perbaiki. Untuk itu penulis masih membutuhkan saran-saran ataupun kritika-kritikan yang dapat membangun kepada pembuatan makalah yang lebih baik


DAFTAR PUSTAKA

Beilharz, Peter. Ed. Teori-Teori Sosial. (Social Theory: A Guide to Central Thinkers). Diterjemahkan oleh: Sigit Jatmiko. Cetakan I. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2002.

Chand, Hari. Modern Jurisprudence. Kuala Lumpur. International Law Book Services. 1994.

Darmodiharjo, Darji dan Shidarta. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 1995.

Friedmann, W. Teori Dan Filsafat Hukum. (Legal Theory). Diterjemahkan oleh:

Mohamad Arifin. Susunan I. Cetakan II. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada. 1993

Teori Dan Filsafat Hukum. (Legal Theory). Diterjemahkan oleh: Mohamad Arifin.

Susunan II. Cetakan II. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada. 1993.
Hart, H.L.A. .The Concept Of Law. Tenth Impression. London. Oxford University Press. 1961.

Kelsen, Hans. Introduction To The Problems Of Legal Theory. (Reine Rechtslehre). First Edition. Translated by: Bonnie Litschewski Paulson and Stanley L. Paulson. Oxford. Clarendon Press Oxford. 1996.

Noer, Deliar. Pemikiran Politik Di Negeri Barat. Edisi Revisi. Cetakan II. Jakarta. Pustaka Mizan. 1997.Popper, Karl R. Masyarakat Terbuka dan Musuh-Musuhnya. (Open Society and Its Enemies). Diterjemahkan oleh:Uzair Fauzan. Cetakan I. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2002.

Media Massa:Rahardjo, Satjipto. “52 Tahun Negara hokum Indonesia, Negara Hukum dan Deregulasi Moral”. Harian Kompas. 13 Agustus 1997.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar