Selasa, 27 September 2011

Filsafat Hukum Islam

BAB I PENDAHULUAN Flsafat hukum di masa Hindia Belanda diistilahkan dengan Wijsbegeerte van recht. Istilah tersebut menurut Juhaya S. Pradja (1997: 9) identik dengan istilah rechtsphilosophi yang banyak digunakan oleh penulis filsafat hukum Belanda. Di Perancis, filsafat hukum disebut dengan istilah philosophie du droit . Adapun di Negara-negara yang menggunakan bahasa pengantar dikenal dengan istilah phillosophi of law, legal philosophy, legal theory dan istilah-istilah seperti yurisprudence, philosophi of right, dan theory of justice. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pengertian Filsafat Hukum Islam terdiri dari tiga kata, yaitu filsafat, hukum dan Islam. Ketiga kata itu memiliki defenisi masing-masing. Kata filsafat secara bahasa berasal dari kata Yunani Philosophia yang berarti cinta kebijaksanaan (philen berarti cinta, dan Sophia berarti kebijaksanaan). Ada yang berpendapat bahwa filsafat berasal dari kata philos yang memiliki arti keinginan dan Sophia memiliki arti hikmah, kebijaksanaa. Ada juga yang mengatakan berasal dari kata phila yang memiliki arti mengutamakan, lebih menyukai Sophia yang memiliki arti hikmah, kebijaksanaan. Jadi, berfilsafat berarti mencintai kebijaksanaan. Pelakunya disebut philosophos dalam bahasa Arab disebut dengan failasuf atau al-hakim. Kata filsafat tidak pernah disebut dalam al-Qur’an, kecuali dengan kata yang memiliki arti yang sama yakni al-Hikmah sebagaimana firman Allah:                    “Allah menganugerahkan Al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar Telah dianugerahi karunia yang banyak. dan Hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)” Sedang orang-orang yang berakal sehat (ulul albab) adalah yang memiliki ciri failasuf sebagaimana firman Allah:        •                         •  “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.” Dari kedua ayat ini dapat diambil pengertian bahwa kata hikmah memiliki arti kebijaksanaan yang banyak (kebijaksanaan) dan orang bijaksana disebut al-hakim dan disebut juga dengan ulul albab. Al-hakim adalah orang yang memiliki kemampuan berdzikir dan berpikir secara mendalam dan radikal serta sistematis sehingga sampai pada pandangan bahwa semua yang diciptakan, diperintahkan dan dilarang oleh Allah ada guna dan manfaatnya bagi kehidupan manusia. Hukum adalah pengetahuan tentang pemikiran mendalam, sistematis, logis dan radikal tentang berbagai aturan yang berlaku dalam kehidupan manusia baik itu aturan bermasyarakat maupun aturan bernegara. Dalam hukum dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan hakikat hukum, sumber hukum, dan manfaat atau fungsi hukum dalam masyarakat. Sebagai sistem hukum, ia memiliki beberapa istilah kunci yang perlu dipahami lebih dulu, sebab kadang kala membingungkan kalau tidak diketahui persis maknanya. Istilah-istilah itu adalah: 1. Hukum adalah peraturan-peraturan tentang perbuatan dan tingkah laku manusia di dalam lalu lintas hidup. Nasrudin Razak (2000:210) mengatakan bahwa para sarjana hukum itu mengetahui segala-galanya, kecuali defenisi hukum itu sendiri, karena sampai sekarang, belum ada kesepakatan dalam merumuskan suatu defenisi yang tepat dan dapat diterima oleh semua pihak tentang apa yang disebut “hukum” itu. Dalam Islam hukum adalah menetapkan sesuatu atas sesuatu (itsbatu syai’in ala syai’in). secara ringkas ia berarti ketetapan. Hans Kelsen (2006:3) mendefenisikan hukum sebagai suatu tatanan perbuatan manusia. Tatanan adalah suatu system aturan. Hukum bukanlah, seperti yang terkadang dikatakan, sebuah peraturan. Hukum adalah seperangkat peraturan yang mengandung semacam kesatuan yang dipahami melalui sebuah sistem. Oleh karena itu, hukum bukan hanya peraturan dan perbuatan manusia serta semata-mata tatanan dan tuntutan. Hukum di dalamnya terdapat peraturan untuk ditaati dengan cara melaksanakan atau meninggalkan perbuatan tertentu demi kemaslahatan hidup manusia. 2. Al-Hukm sebagai kata arab yang dalam bahasa Indonesia disebut hukum tanpa u antara k dan m yang memiliki pengertian norma, kaidah, tolak ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku manusia atau benda. dalam sistem hukum Islam ada lima hukm yang dipakai sebagai patokan untuk mengukur perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun di bidang muamalah. Kelima jenis al hukm tersebut, disebut dengan al ahkam al khamsah yaitu: jaiz atau al ibahah, makruh, sunnah, wajib, dan haram. Penggolongan hukum yang lima tersebut dalam kepustakaan hukum Islam disebut juga dengan hukum taklifi. 3. Syari’at yang disebut juga dengan syariah secara harfiah adalah jalan kesumber (mata) air yakni jalan lurus yang diikuti oleh setiap orang islam. Syariat memuat ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, baik berupa larangan maupun suruhan, meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. 4. Fiqih setelah diindonesiakan artinya paham atau pengertian. Kalau dihubungkan dengan perkataan ilmu maka dapat dirumuskan, ilmu fiqih adalah ilmu yang bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma hukum dasar yang terdapat dalam Al-qur’an dan ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam sunnah Nabi yang direkam dalam kitab-kitab hadits. Dengan kata lain, ilmu fiqih selain rumusan di atas, adalah ilmu yang berusaha memahami hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-qur’an dan sunnah Nabi Muhammad untuk diterapkan pada perbuatan manusia yang telah dewasa yang sehat akalnya dan berkewajiban melaksanakan hukum Islam. Flsafat hukum di masa Hindia Belanda diistilahkan dengan Wijsbegeerte van recht. Istilah tersebut menurut Juhaya S. Pradja (1997: 9) identik dengan istilah rechtsphilosophi yang banyak digunakan oleh penulis filsafat hukum Belanda. Di Perancis, filsafat hukum disebut dengan istilah philosophie du droit . Adapun di Negara-negara yang menggunakan bahasa pengantar dikenal dengan istilah phillosophi of law, legal philosophy, legal theory dan istilah-istilah seperti yurisprudence, philosophi of right, dan theory of justice. Filsafat hukum Islam adalah kajian filosofis tentang hakikat hukum Islam, sumber asal muasal hukum Islam dan prinsip penerapannya, serta fungsi dan manfaat hukum Islam bagi kehidupan masyarakat yang melaksanakannya. Juhaya S. Pradja menyatakan bahwa Filsafat Hukum Islam pengetahuan menjawab pertanyaan filosofis, apa yang dimaksud dengan hukum Islam? Mengapa harus taat kepada hukum Islam? Apakah keadilan untuk baik-buruknya hukum Islam? Setiap pertanyaan tersebut harus dijawab secara kontemplatif, sistematis, logis serta radikanl. Dengan demikian, yang dimaksud dengan filsafat hukum Islam adalah setiap kaidah, asas atau mabda’, aturan-aturan pengendalian masyarakat pemeluk agama Islam. Kaidah-kaidah itu dapat berupa ayat Al-Qur’an, hadits, pendapat sahabat dan tabi’in, ijma’ ulama, fatwa lembaga keagamaan. Filsafat hukum Islam diartikan juga dengan istilah hikmah at-tasyri. Dari pengertian lain juga mengatakan bahwa filsafat hukum Islam merupakan pengetahuan tentang rahasia-rahasia hukum yang digali secara filosofis, baik dengan pendekatan ontologisme, epistemologis maupun aksiologis. Filsafat hukum Islam dapat diartikan pula sebagai pengetahuan tentang hakikat hukum Islam, yaitu pengkajian mendalam tentang asal muasal hukum Islam, proses pencarian rahasia-rahasia dan illat hukum serta tujuan diberlakukannya hukum Islam sebagai prinsip dan dasar-dasar pijakan untuk berprilaku. Usaha yang dilakukan dalam pemikiran mendalam tentang hakikat, sumber, dsan tujuan hukum Islam tidak sebatas menggunakan semata-mata rasio, tetapi memasukkan pendekatan kewahyuan dengan rasio, sehingga ada keseimbangan metodologis untuk mencapai kebenaran tertinggi. Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian filsafat hukun islam dapat dirumuskan sebagai berfikir secara mendalam, radikal, dan sistematis untuk menemukan dan menentukan makna dan tujuan hukum (teleology hukum) yang berupa keindahan, kebenaran, kebaikan, dan kemaslahatan yang terkandung dalam hukum islam baik materi, penetapan, maupun penerapannya. B. Ruang Lingkup Hukum Islam Hukum Islam dapat dibedakan menjadi dua bagian bila mengikuti sistematika hukum Barat yakni Hukum Privat (perdata) dan Hukum Publik. Hukum Pedata Islam adalah : 1. Munakahat yakni hukum yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian dan segala akibatnya. Hukum perdata bidang munakahat yang disebut juga dengan hukum keluarga dalam Islam inilah yang akan dibahas sisi filsafatnya, 2. Wiratsah yakni hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta pembagian warisan. Hukum kewarisan Islam disebut juga dengan Fara’id, 3. Mu’amalat yakni hukum Islam dalam arti khusus, mengatur masalah kedendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam masalah jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan, hukum bisnis islam, dan sebagainya. Hukum Publik Islam adalah: 1. Jinayat yakni hukum islam yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan yang diancam dengan hukum baik dalam jarimah hudud maupun dalam jarimah ta’zir. Yang dimaksud dengan jarimah adalah perbuatan pidana. Jarimah hudud adalah perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumannya dalam Al-Qur’an dan Assunnah. Sadengkan jarimah ta’zir adalah perbuatan pidana yang bentuk dan ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya. 2. Al ahkam al sulthaniyah yakni hukum islam yang membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan kepala Negara, pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun daerah, tentara, pajak, dan sebagainya. 3. Siyar yakni hukum islam yang mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan pemeluk agama dan Negara lain. 4. Mukhashamat mengatur soal peradilan, kehakiman, dan hukum acara. C. Manfaat Filsafat Hukum Islam Mempelajari filsafat hukum islam banyak manfaatnya, antara lain: 1. Menjadi tahu mengenai pengertian tentang filasafat hukum islam dan objek kajiannya. 2. menjadikan filsafat sebagai pendekatan dalam menggali hakikat, sumber, dan tujuan hokum islam. 3. Dapat membedakan kajian ushul fiqh dengan filsaafat terhadap hukum islam. 4. Mendudukkan filsafat hukum islam sebagai salah satu bidang kajian yang penting dalam memahami sumber hukum islam yang berasal dari wahyu maupun hasil ijtihad para ulama. 5. Menemukan rahasia-rahasia syariat diliar maksud lahiriahnya. 6. Memahami illat hukum sebagai bagian dari pendekatan analitis tentang berbagai hak yang membutuhkan jawaban hukmiahnya sehingga pelaksanaan hukum islam merupakan jawaban terhadap situasi dan kondisi yang terus berubah dinamis. 7. Membantu mengenali unsur-unsur yang mesti dipertahankan sebagai kemapanan dan unsur-unser yang menerima perubahan sesuai dengan tuntunan situasional (Miftahul Huda, 2006:14). 8. Menolak pandangan bahwa hukum islam sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan dalam masyarakat modern sekarang ini. 9. Memberikan argumentasi yang kuat dan kokoh bahwa bila hukum islam diterapkan dalam suatu masyarakat maka mereka akan dapat merasakan kebenaran, kebaikan, keadilan, kesamaan, dan kemaslahatan dalam hidup di dunia ini. 10. Memberikan jawaban bahwa hukum islam adalah hukum yang terbaik dan mamapu memberikan jawaban terhadap perkembangan zaman karena hukum islam adalah hukum yang solihun li kulli al-zaman wa al-makan. BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Filsafat hukun Islam dapat dirumuskan sebagai berfikir secara mendalam, radikal, dan sistematis untuk menemukan dan menentukan makna dan tujuan hukum (teleology hukum) yang berupa keindahan, kebenaran, kebaikan, dan kemaslahatan yang terkandung dalam hukum islam baik materi, penetapan, maupun penerapannya. 2 Saran Dalam makalah ini masih ada kesalahan-kesalahan dan kekurangan kekurangan yang harus di perbaiki. Untuk itu penulis masih membutuhkan saran-saran ataupun kritika-kritikan yang dapat membangun kepada pembuatan makalah yang lebih baik DAFTAR PUSTAKA Ahmad Saebani, Beni, 2007, Filsafat Hukum Islam, Bandung: Pustaka Setia Tamrin, Dahlan, 2007, Filsafat Hukum Islam, Malang: UIN Malang Press Bertens, K, 1994, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta: Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar