JUDUL: PENERAPAN ASAS ULTRA PETITUM PARTIUM TERKAIT HAK EX OFFICIO HAKIM (Studi Kasus di Pengadilan Agama Bukittinggi)
A. Latar Belakang
Lembaga peradilan dalam susatu Negara merupakan hal sangat strategis dan menentukan karena lembaga inilah yang bertindak untuk menyelesaikan segala sengketa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dan menghukum orang-orang yang melanggar norma-norma dengan hukum yang telah diatur. Dengan adanya lembaga peradilan ini diupayakan masyarakat tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan pihak lain Dengan cara main hakim sendiri, tetapi hendaknya segala persoalan hukum yang timbul akibat pergaulan hidup masyarakat itu hendaknya dapat diselesaikan melalui lembaga peradilan yang ada.
Syariat Islam memandang masalah peradilan itu merupakan tugas pokok dalam menegakkan keadilan dan mempunyai kedudukan tinggi dalam penegakan hukum Islam. Lembaga peradilan diharapkan dapat menjadi tempat memancarkan sinar keadilan kepada seluruh masyarakat.
Sebagimana tujuan utama dalam mendirikan pemerintahan Islam adalah untuk menegakkan keadilan baik dari peradilan yang terpisah dari pihak eksekutif ataupun sebaliknya. Dengan kata lain, pemerintahan Islam boleh jika penegakan keadilan ditangani secara kombinasi kekuasaan, seperti eksekutif dan yudikatif yang ditangani satu bagian sebagaimana pada periode awal pemerintahan Islam terdahulu.
Di Indonesia terdapat 4 (empat) lingkungan peradilan, akan tetapi Konstitusi juga memberikan kesempatan untuk dibuatnya pengadilan khusus yang berada di bawah masing-masing badan peradilan tersebut. Berikut dibawah ini penjelasan dari masing-masing lingkungan peradilan beserta pengadilan khusus yang berada dibawahnya.
Terdapat 4 (empat) lingkungan peradilan di Indonesia berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, antara lain sebagaimana disebutkan dibawah ini :
1. Lingkungan Peradilan Umum, meliputi sengketa perdata dan pidana.
2. Lingkungan Peradilan Agama, meliputi hukum keluarga seperti perkawinan, perceraian, dan lain-lain.
3. Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, meliputi sengketa antar warga Negara dan pejabat tata usaha Negara.
4. Lingkungan Peradilan Militer, hanya meliputi kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh militer.
Lingkungan Peradilan diatas tersebut memiliki struktur tersendiri yang semuanya bermuara kepada Mahkamah Agung (MA). Dibawah Mahkamah Agung terdapat Pengadilan Tinggi untuk Peradilan Umum dan Peradilan Agama di tingkat ibukota Provinsi. Disini, Pengadilan Tinggi melakukan supervisi terhadap beberapa Pengadilan Negeri, untuk Peradilan Umum dan Peradilan Agama ditingkat Kabupaten/Kotamadya
Peradilan Agama adalah salah satu di antara tiga Peradilan Khusus di Indonesia. Dikatakan Peradilan khusus karena Peradilan Agama mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu yakni golong yang beragama Islam.
Sebagiamana hukum perdata adalah mengatur tentang hak dan kewajiban antara seseorang dengan orang lain, sedangkan hukum acara perdata adalah mengatur tentang cara mewujudkan/ mempertahankan hukum perdata itu.
Setiap orang memiliki hak prive (pribadi) nya sendiri untuk dapat mewujudkan/mempertahankan haknya yang mana bila ia merasa dirugikan oleh orang lain, sehingga ia dapat mempertahankan haknya.
Untuk mewujudkan/mempertahankan haknya seseorang harus mengajukan keinginannya di muka pengadilan dengan cara mengajukan surat gugatan dan surat permohonan di muka pegadilan Agama bagi yang beragama Islam.
Gugatan/permohonan dalam bahasa hukum Islam disebut ad da’wa. Kata ad da’wa ini dipergunakan pula sebagai tuntutan pidana. Dapat diketahui, da’wa perdata atau da’wa pidana tergantung Dengan konteks kalimat.
Dalam tata hukum Indonesia isi surat gugatan secara garis besar terdiri dari tiga komponen, yaitu
1. Indentitas para pihak,
2. Fakta-fakta atau hubungan hukum yang terjadi antara kedua belah pihak, biasa disebut bagian “posita” (jamak) atau “positum” (tunggal)
3. Isi tuntutan yang biasa disebut bagian “petita” (jamak) “petitum” (tunggal).
Setelah pengajuan surat gugatan dan surat permohonan telah terdaftar di pengadilan Agama maka para pihak akan dipanggil untuk dapat hadir di muka persidangan. Setelah tahap pembuktian berakhir maka majelis hakim akan bermusyawarah untuk membacakan putusannya.
Dengan diundangkannya UU Nomor 7 Tahun 1989 adalah adanya hukum acara yang positif dan unifikatif. Berdasarkan pasal 54 undang-undang tersebut, hukum acara yang diterapkan disamakan Dengan hukum acara yang berlaku untuk lingkungan peradilan umum yaitu Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) dan Reglement tot Regeling van het Rechtwezen in de Guwesten Buiten en Madura, yang lebih popular dengan istilah RBg, dan ketentuan hukum formil (acara) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Bedanya dengan hukum acara di peradilan umum adalah ada penambahan ketentuan hukun acara yang ditetapkan tersendiri dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagai norma hukum formil khusus mengenai pemeriksaan perkara cerai talak dn cerai gugat
Dalam memeriksa dan mengadili perkara perdata, asas-asas yang berlaku di lingkungan peradilan umum juga berlaku di lingkungan peradilan agama. Salah satu asas penting yang wajib diperhatikan adalah bahwa hakim wajib mengadili semua bagian tuntutan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih daripada yang dituntut. Asas inilah yang lazim dikenal sebagai asas ultra petitum partium.
Hak tersebut telah diatur dalam pasal 189 ayat 3 RBg dan pasal 50 Rv, putusan tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan yang dikemukakan dalam gugatan disebut Ultra petita. Putusan yang melebihi petitum dianggap telah melampaui batas wewenang, meskipun hal yang demikian dengan itikat baik atau pun demi kepentingan umum.
Ultra petita adalah penjatuhan putusan oleh hakim atas perkara yang tidak dituntut atau mememutus melebihi dari pada yang diminta. Ketentuan ultra petita diatur dalam Pasal 178 ayat (2) dan (3) Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) serta padanannya dalam Pasal 189 ayat (2) dan (3) RBg yang melarang seorang hakim memutus melebihi apa yang dituntut (petitum) Ketentuan HIR merupakan hukum acara yang berlaku di pengadilan perdata di Indonesia.
Ultra petita dilarang, sehingga judec factie yang melanggar dengan alasan ”salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku” dapat mengupayakan kasasi (Pasal 30 UU MA), dan dasar upaya peninjauan kembali (Pasal 67 dan Pasal 74 ayat (1) UU MA).
Di dalam hukum hukum perdata berlaku asas hakim bersifat pasif atau hakim ”tidak berbuat apa-apa”, dalam artian ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada asasanya ditentukan para pihak yang berperkara. Hakim hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan hukum yang didasarkan kepadanya (iudex non ultra petita atau ultra petita non cognoscitur).
Hakim hanya menentukan, adakah hal-hal yang diajukan dan dibuktikan para pihak itu dapat membenarkan tuntutan hukum mereka. Ia tidak boleh menambah sendiri hal-hal yang lain, dan tidak boleh memberikan lebih dari yang diminta.
Serta termuat dalam kaidah-kaidah Hukum Yurisprudensi perkara perdata pengadilan Agama yakni Mahkamah Agung: No. 09 K/AG/1994 Tanggal: 25 November 1994 mengenai Putusan melebihi yang diminta
Kaidah Hukum :
“Putusan Pengadilan Agama yang dilakukan PTA. Dapat dilibatkan apabila telah menyimpang jauh dari petitum atau apa yang dituntut oleh Pemohon Kasasi/Pemohon, yaitu telah melebihi apa yang dimohonkan.”
Pada Kenyataannya yang terjadi di Pengadilan Agama Bukit Tinggi nomor Perkara 368/Pdt.G/2008/PA. Bkt telah terjadi Ultra Petitum Partium sehingga penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai problema tersebut.
Sehubungan dengan uraian di atas, maka penulis mencoba mengangkat permasalahan ini sebagai skripsi dengan judul: ”PENERAPAN ASAS ULTRA PETITUM PARTIUM TERKAIT HAK EX OFFICIO HAKIM (Studi Kasus di Pengadilan Agama Bukittinggi)”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan asas Ultra Petitum Partium terkait hak Ex Officio hakim.
2. Bagaimana proses perkara pembagian harta bersama di Pengadilan Agama Bukittinggi terkait Ultra Petitum Partium.
3. Sejauh mana pertimbangan majelis hakim terhadap Ultra Petitum Partium.
4. Apa akibat hukum yang timbul dari Ultra Petitum Partium dalam hukum acara (formil) perdata.
C. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana penerapan asas Ultra Petitum Partium terkait hak Ex Officio hakim.
b. Apa saja pertimbangan majelis hakim dalam menerapkan asas Ultra Petitum Partium terkait hak Ex Officio hakim.
c. Apa akibat hukum yang timbul dari Ultra Petitum Partium terkait hak Ex Officio hakim.
2. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam suatu penelitian sangat penting karena merupakan pedoman yang mempermudah penelitian dalam membahas masalah yang akan diteliti, agar tujuan yang akan dicapai menjadi jelas, tegas, terarah dan dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan.
Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah penerapan asas Ultra Petitum Partium terkait hak Ex Officio hakim, pertimbangan majelis hakim dalam menerapkan asas Ultra Petitum Partium terkait hak Ex Officio hakim, dan akibat hukum yang timbul dari Ultra Petitum Partium terkait hak Ex Officio hakim.
D. Defenisi Operasional
Dalam rangka memberikan gambaran awal dan untuk menghindari adanya pemahaman pemaknaan ganda yang berbeda dengan maksud penulis tentang penelitian ini, maka perlu kiranya dijelaskan beberapa poin penting dalam judul ini.
Penerapan adalah proses, cara, perbuatan menerapkan sesuatu agar sesuai dengan asas-asas atau nilai-nilai.
Asas Ultra Petitum Partium dalam hukum formil mengandung pengertian penjatuhan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau meluluskan lebih dari pada yang diminta. Ultra petita menurut I.P.M.Ranuhandoko adalah melebihi yang diminta.
Hak ex officio memiliki pengertian karena jabatan. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa hak ex officio hakim adalah hak yang ada pada hakim yang penerapannya dilakukan karena jabatan demi terciptanya keadilan bagi masyarakat. Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang berfungsi dan berperan menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban dan kepastian hukum.
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Agar tidak menyimpang dari rumusan masalah yang diutarakan di atas, maka penulis mempunyai tujuan :
1. Untuk mengetahui penerapan asas Ultra Petitum Partium terkait hak Ex Officio hakim.
2. Untuk mengetahui pertimbangan majelis hakim dalam menerapkan asas Ultra Petitum Partium terkait hak Ex Officio hakim.
3. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dari Ultra Petitum Partium terkait hak Ex Officio hakim.
Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan untuk mengetahui sejauh mana penerapan asas ultra petitum partium terkait hak ex officio hakim.
2. Dapat menambah kepustakaan dari penulis.
3. Sebagai proses penelitian ilmiah dan peningkatan wawasan ilmiah bagi penulis.
4. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Hukum Perdata Islam Jurusan Syari’ah STAIN Batusangkar.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dari penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian field reseach atau lapangan yang dilakukan di Pengadilan Agama Bukittinggi.
2. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang dilakukan di dalam penulisan skripsi ini adalah metode studi kasus, yaitu studi kasus di Pengadilan Agama Bukittinggi.
3. Sumber Data
Adapun sumber data yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah:
a. Sumber data Primer, yaitu sumber data utama dari data-data yang penulis peroleh di Pengadilan Agama Bukittinggi berupa keterangan-keterangan dari para hakim yang menyidangkan perkara Ultra Petitum Partium di Pengadilan Agama Bukittinggi.
b. Sumber data Skunder, yaitu sumber data tambahan yang diperoleh dari buku-buku, berkas-berkas perkara dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian yang penulis bahas.
4. Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini, metode pengumpulan data yang penulis lakukan adalah:
a. Wawancara, yaitu: menggali informasi dari narasumber, dalam hal ini adalah pihak majelis hakim Pengadilan Agama Bukittinggi yang memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara tersebut.
b. Telaah dokumen tentang perkara Ultra Petitum Partium di Pengadilan Agama Bukittinggi.
5. Analisis Data
Data yang diperoleh secara deskriptis kualitatif, yaitu penafsiran terhadap data yang diperoleh untuk mendapatkan gambaran umum tentang masalah-masalah yang penulis bahas sehingga didapat sebuah kesimpulan yang bersifat khusus.
G. Tinjauan Kepustakaan
Dari hasil penelusuran penulis tentang skripsi ini maka penulis menemukan pambahasan yang ada kaitannya dengan pembahasan yang penulis bahas, adapun pembahasan tersebut adalah:
Setelah Penulis menelusuri hasil penelitian terdahulu, Penulis belum melihat adanya yang membahas tentang “Penerapan Asas Ultra Petitum Partium terkait hak ex officio Hakim (Studi Kasus di Pengadilan Agama Bukittinggi).”
Adapun buku-buku yang mendukung terhadap pembahasan ini diantaranya Hukum Acara Peradilan Agama oleh H. Roihan A. Rasyid, Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan oleh H. Abdul Manan, Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi oleh H. Ahmad Kamil dan M. Fauzan, dan Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah Indonesia oleh M. Fauzan.
Kemudian penulis tambahkan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berubungan dengan masalah Ultra Petitum Partium, Yurisprudensi dan Peraturan Mahkamah Agung
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka penulis membaginya dalam beberapa bagian, dengan perincian sebagai berikut:
BAB I yang terdiri dari: Pendahuluan yang berisikan Latar belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Defenisi Operasional, Tujuan dan Kegunaan Penulisan, Metodologi Penelitian, Tinjauan Kepustakaan dan Sistematika Penulisan.
Bab II, Landasan teori yang terdiri dari: a) Tinjauan umum tentang Hakim yang terdiri dari Peranan Hakim, Asas-asas hukum acara perdata, Kewenangan Hakim b) Tinjauan Umum tentang Ultra Petitum Partium yang terdiri dari Pengertian dan Pertimbangan Ultra Petitum Partium, Dasar Hukum Ultra Petitum Partium, bentuk putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim ketika terjadi Ultra Petitum Partium, nilai-nilai positif dan nilai-nilai negatif yang terdapat dari penggunaan Ultra Petitum Partium.
BAB III yang terdiri dari hasil penelitian dan berisikan gambaran umum Pengadilan Agama Bukittinggi, penerapan asas Ultra Petitum Partium terkait hak Ex Officio hakim, pertimbangan majelis hakim dalam menerapkan asas Ultra Petitum Partium terkait hak Ex Officio hakim, dan akibat hukum yang timbul dari Ultra Petitum Partium terkait hak Ex Officio hakim.
BAB IV merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.
OUT LINE
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan dan Rumusan Masalah
D. Definisi Operasional
E. Tujuan Penelitian
F. Kegunaan Penelitian
G. Tinjauan Kepustakaan
H. Metodologi Penelitian
I. Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan umum Hakim
1. Peranan Hakim
2. Asas-asas Hukum Acara Perdata
3. Kewenangan Hakim
B. Tinjauan Umum Ultra Petitum Partium
1. Pengertian dan Pertimbangan Ultra Petitum Partium,
2. Dasar Hukum Ultra Petitum Partium,
3. Bentuk putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim ketika terjadi Ultra Petitum Partium,
4. Nilai-nilai positif dan nilai-nilai negatif yang terdapat dari Ultra Petitum Partium.
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Gambaran umum Pengadilan Agama Bukittinggi,
B. Penerapan asas Ultra Petitum Partium terkait hak Ex Officio hakim,
C. Pertimbangan majelis hakim dalam menerapkan asas Ultra Petitum Partium terkait hak Ex Officio hakim,
D. Akibat hukum yang timbul dari Ultra Petitum Partium terkait hak Ex Officio hakim.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar