Jumat, 28 Oktober 2011

Ushul Fiqh



BAB I
PENDAHULUAN

A.            LATAR BELAKANG
Al-quran adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad melalui pelentara malaikat Jibril yang menjadi petunjuk bagi umat manusia. Umat Islam sepakat al-quran dan yang termuat dalam mushaf adalah autentik (semuanya adalah betul-betul dari allah).
Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa seluruh ayat al-quran dari segi lafaz dan wurudnya adalah qath’i (meyakinkan) serta tidak ada keraguan di dalamnya.

B.            RUMUSAN MASALAH
1.    Mejelaskan pengertian Al-Qur’an.
2.    Menjelaskan kedudukan atau kehujjahan Al-Qu’ran.
3.    Menjelaskan dalalah Al-Qur’an terhadap hukumnya.
4.    Menjelaskan makna Al-Qur’an.
5.    Mengetahui penjelasan Al-Qur’an terhadap hukum.

C.            TUJUAN
1.    Agar kita mengetahui makna Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari
2.    Agar kita mengetahui kedudukan Al-Qur’an.
3.    Agar kita mengetahui dalalah Al-Qur’an terhadap hukum





BAB II
PEMBAHASAN

A.            PENGERTIAN AL-QUR’AN
Secara etimologi Al-Qur’an adalah artinya bacaan, berbicara tentang apa yang tertulis padanya, atau melihat dan menelaah. Kata Qur’an digunakan dalam arti sebagai nama kitab suci yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Bila di lafazkan dengan menggunakan Alif-Lam berarti untuk keseluruhan apa yang dimaksud dengan Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 9:[1]

Artinya:
“ Sesungguhnya Al Quran Ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”

Dari segi terminologi, Al-Qur’an adalah kalam allah berbahasa arab yang diturunkan kepada nabi muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril serta diriwayatkan secara mutawatir dan tertulis dalam mushaf.[2]
Arti Al-Qur’an secara terminologis ditemukan dalam beberapa defenisi sebagai berikut:[3]
1.    Menurut Al-Syaukani mengartikan Al-Qur’an dengan: “kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW”.
2.    Defenisi Al-Qur’an yang dikemukakan oleh Abu Zahrah ialah: “kitab yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW”.
3.    Menurut Al-Syarkhisi, Al-Qur’an adalah: “kitab yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW”.
4.    Al-Amidi memberikan defenisi Al-Qur’an: “Al-Kitab adalah Al-Qur’an yang diturunkan”.
5.    Ibnu Subki mendefenisikan Al-Qur’an: “lafaz yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW., mengandung mukjizat setiap suratnya, yang beribadah membacanya”.

Dalam kajian ushul fiqh, Al-Qur’an juga disebut dengan beberapa nama:

a.   Al-qitab
               Adalah tulisan atau buku. Arti ini mengingatkan pada kita kaum muslimin agar Al-Qur’an dibukukan atau ditulis menjadi suatu buku.[4]
b.      Al-Furqan
               Adalah pembeda. Hal ini mengingatkan kita agar dalam mencari garis pemisah antara yang hak dan yang bathil, yang baik dan yang buruk haruslah merujuk padanya.
c.      Al-zikr
               Yaitu ingat. Arti menunjukan bahwa al-qur’an berisi peringatan agar tuntutannya selalu diingat dalam melakukan setiap tindakan.
d.   Al-huda
Yaitu petunujuk. Arti ini mengingatkan bahwa petunjuk tentang kebenaran hanyalah petunjuk yang diberikan atau yang mempunyai rujukan kepada al-qur’an.


B.            KEDUDUKAN/KEHUJAHAN AL-QUR’AN
          Para ulama ushul fiqh sepakat bahwa Al-Qur’an merupakan sumber utama hukum islam yang diturunkan Allah dan wajib diamalkan. Seorang mujtahid tidak dibenarkan menjadikan dalil lain sebagai hujjah sebelum membahas dan meneliti ayat-ayat al-qur’an.[5] Apabila hukum permasalahan yang ia cari tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, maka barulah mujtahid tersebut mempergunakan dalil lain.
Abdul Wahab Khallaf mengemukakan tentang kehujjahan al-quran dengan ucapannya sebagai berikut:
“Bukti bahwa al-quran menjadi hujjah atas manusia yang hukum-hukumnya merupakan aturan-aturan wajib bagi manusia untuk mengikutinya, ialah karena al-quran itu datang dari Allah dan dibawa kepada manusia dengan jalan yang pasti dan tidak diragukan kesahaanya dan kebenarannya.”[6]
Ada beberapa alasan yang dikemukakan ulama ushul fiqh tentang kewajiban berhujjah dengan Al-Qur’an diantaranya adalah:
1.     Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah SAW diketahui secara mutawatir dan ini memberi keyakinan bahwa Al-Qur’an itu benar-benar datang dari Allah.
2.    Banyak ayat yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu datangnya dari Allah, seperti surat Ali Imran: 3
3.    Mu’jizat al-qur’an merupakan dalil yang pasti tentang kebenaran Al-Qur’an datang dari Allah SWT.

          Kemukjizatan Al-Qur’an menurut para ahli ushul fiqh terlihat dengan jelas apabila:
1.    Adanya tantangan dipihak manapun.
2.    Adanya unsur-unsur yang menyebabkan munculnya tantangan tersebut. Seperti orang kafir yang tidak percaya akan kebenaran Al-Qur’an.
3.               Tidak ada penghalang bagi munculnya tantangan tersebut.
Unsur-unsur yang membuat Al-Qur’an itu menjadi mu’jizat yang tidak mampu ditandingi akal manusia, diantaranya adalah:
1.    Dari segi keindahan dan ketelitian redaksinya.
2.    Dari segi pemberitaan-pemberitaan ghaib yang dipaparkan Al-Qur’an.
3.    Isyarat-isyarat ilmiah yang dikandung Al-Qur’an.

C.            DALALAH  AL-QUR’AN TERHADAP HUKUM
Hukum-hukum yang terkandung dalam al-qur’an bersifat:
0.            Qath’i,
               yaitu lafal yang mengandung pengertian tunggal dan tak bisa dipahami makna lainnya, seperti ayat-ayat waris hudud dan kaffarat, seperti surat An-Nur: 2 yang artinya “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka derablah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”.
               Menurut para ulama ushul fiqh, ayat diatas mengandung hukum yang qath’I dan tidak bisa dipahami dengan pengertian lain.

1.                      Zhanny,
              yaitu lafal-lafal yang dalam Al-Qur’an mengandung pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk dita’wilkan, misal lafal musytarak (mengandung pengertian ganda), yaitu kata guru yang mengandung dua makna, yaitu “suci dan haid”.
              Dalam surat Al-Maidah: 38 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah. Menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, Sesunggunya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.    
      Kata “tangan” kemungkinan yang dimaksud adalah tangan kanan / tangan kiri, dan juga mengandung kemungkinan tangan itu hanya sampai pergelangan saja atau sampai di siku.
       Al-qur’an sebagai sumber utama hukum islam menjelaskan hukum-hukum yang terkandung didalamnya dengan cara:
1.            Penjelasan rinci (juz’i) terhadap sebagian hukum-hukum yang dikandungnya, berkaitan dengan masalah aqidah, hukum waris, uffud kaffarat.
2.            Penjelasan Al-Qur’an terhadap sebagian besar hukum-hukum itu bersifat global umum dan mutlak seperti masalah shalat, zakat, dan lain-lain.

D.           KEJELASAN MAKNA AL-QUR’AN
Ayat-ayat Al-Qur’an dari segi kejelasan artinya ada dua macam. Keduanya dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 7
Artinya:
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.


Penjelasan dari ayat diatas dapat disimpulkan:
1.    Ayat muhkam adalah ayat yang jelas maknanya, tersingkap secara terang, sehingga menghindarkan keraguan dalam mengartikannya dan menghilangkan adanya beberapa kemungkinan pemahaman.
2.     Ayat mustasyabih adalah kebalikan dari muhkam, yaitu ayat yang tidak pasti arti dan maknanya, sehingga dapat  dipahami dengan beberapa kemungkinan.
Ada beberapa kemungkinan pemahaman itu dapat disebabkan oleh 2 hal:
1.    Lafaz itu dapat digunakan untuk dua maksud dengan pemahaman yang sama.
2.    Lafaz yang menggunakan nama atau kiasan yang menurut lahirnya mendatangkan keraguan.

Dari segi penjelasan terhadap hukum, ada beberapa cara yang digunakan Al-Qur’an:
1.     Secara Juz’i (terperinci)
Al-Qur’an menjelaskan secara terperinci. Allah dalam Al-Qur’an memberikan penjelasan secara lengkap, sehingga dapat dilaksanakan menurut apa adanya, meskipun tidak dijelaskan nabi dengan sunahnya.

2.     Secara Kulli (global)
Penjelasan Al-Qur’an terhadap hukum berlaku secara garis besar, sehingga memerlukan penjelasan dalam pelaksanaannya.
3.     Secara isyarah
Al-Qur’an memberikan penjelasan terhadap apa yang secara lahir disebutkan didalamnya dalam bentuk penjelasan secara ibarat.

E.                 PENJELASAN AL-QUR’AN TERHADAP HUKUM
Hukum Al-Qur’an dapat dibagi menjadi 3 macam:[7]
1.    Hukum I’tiqadiyah
Hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, mengakui apa-apa yang harus diyakini dan yang harus dihindari sehubungan dengan keyakinan-Nya, seperti keharusan mengesakan Allah dan larangan mempersekutukan-Nya.
2.    Hukum Khuluqiyah
Hukum yang mengatur hubungan pergaulan manusia mengenai sifat yang baik yang harus dimiliki dan sifat yang buruk harus dijauhi dalam kehidupan bermasyarakat.
3.    Hukum Amaliyah
Hukum yang menyangkut tindak tanduk manusia dan tingkah laku lahirnya hubungan dengan Allah, dalam hubungan dengan sesama manusia, dan dalam apa-apa yang harus dilakukan dan dijauhi.

Hukum Amaliyah tersebut, secara garis besar terbagi dua:
1.    Hukum yang mengatur tingkah laku dan perbuatan lahiriyah manusia dalam hubungannya dengan Allah SWT. seperti sholat, puasa, zakat, dan haji.
2.    Hukum-hukum yang mengatur tingkah laku lahiriyah manusia dalam hubungannya dengan manusia atau alam sekitarnya, seperti jual beli, kawin, pembunuhan, dan lainnya.

Dilihat dari segi  pemberlakuannya bagi hubungan sesama manusia, bentuk hukum muamalah itu ada beberapa macam:
1.    Hukum muamalat dalam arti khusus.
Hukum yang mengatur hubungan antara sesama manusia yang menyangkut kebutuhannya akan harta bagi keperluan hidupnya.
2.      Hukum munakahat.
Hukum yang mengatur hubungan antara sesama manusia yang berkaitan dengan kebutuhannya akan penyaluran nafsu syahwat secara sah.
3.    Hukum mawarits dan wasiat.
Hukum yang mengatur hubungan antara sesama manusia yang menyangkut perpindahan harta oleh sebab karena adanya kematian.
4.    Hukum jinayah atau pidana.
Hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan  manusia lainnya yang berkaitan dengan usaha pencegahan terjadinya kejahatan atas harta, maupun kejahatan penyaluran nafsu syahwat atau menyangkut kejahatan dan sanksi bagi pelanggarnya.
5.    Hukum murafa’at atau qadha.
Hukum yang mengatur hubungan antara sesama manusia yang berkaitan dengan usaha penyelesaian akibat tindak kejahatan di pengadila



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Secara etimologi Al-Qur’an adalah artinya bacaan, berbicara tentang apa yang tertulis padanya, atau melihat dan menelaah. Kata Qur’an digunakan dalam arti sebagai nama kitab suci yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Dari segi terminologi, Al-Qur’an adalah kalam allah berbahasa arab yang diturunkan kepada nabi muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril serta diriwayatkan secara mutawatir dan tertulis dalam mushaf.
Unsur-unsur yang membuat Al-Qur’an itu menjadi mu’jizat yang tidak mampu ditandingi akal manusia, diantaranya adalah:
     1. Dari segi keindahan dan ketelitian redaksinya.
2. Dari segi pemberitaan-pemberitaan ghaib yang dipaparkan Al-Qur’an.
3. Isyarat-isyarat ilmiah yang dikandung Al-Qur’an.
Dari segi penjelasan terhadap hukum, ada beberapa cara yang digunakan Al-Qur’an:
1.       Secara Juz’i (terperinci)
Al-Qur’an menjelaskan secara terperinci. Allah dalam Al-Qur’an memberikan penjelasan secara lengkap, sehingga dapat dilaksanakan menurut apa adanya, meskipun tidak dijelaskan nabi dengan sunahnya.
2.       Secara Kulli (global)
Penjelasan Al-Qur’an terhadap hukum berlaku secara garis besar, sehingga memerlukan penjelasan dalam pelaksanaannya.
3.       Secara isyarah
Al-Qur’an memberikan penjelasan terhadap apa yang secara lahir disebutkan didalamnya dalam bentuk penjelasan secara ibarat.




DAFTAR PUSTAKA
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqih 1, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Uman, Chaerul,  Ushul Fiqh 1,Bandung: CV Pustaka Setia, 2000.


Umar, Muin, Ushul Fiqih 1,Jakarta: IAIN Press, 1986.





[1] Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih 1, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 55
[2] Chaerul Uman, Ushul Fiqh 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), hal. 35
[3] Op.cit, Amir Syarifuddin, hal. 56
[4] Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 1 (Jakarta:Logos, 1998)
[5] http://diaz2000,multiply.com/jounal/item/3/3
[6] Muin Umar, Ushul Fiqih 1,  (Jakarta: IAIN Press, 1986), hal.70
[7] Op.cit, Amir Syarifuddin, hal. 83

Tidak ada komentar:

Posting Komentar